Dunia ilmu pengetahuan di China tengah berduka. Profesor Li Haibo, ilmuwan terkemuka berusia 41 tahun, meninggal dunia secara mendadak. Kematiannya diduga akibat kerja keras yang berlebihan.
Li, seorang profesor di Universitas Ningxia yang ahli di bidang material nano, elektrokimia, dan material optoelektronik, termasuk dalam daftar 2% ilmuwan terbaik dunia versi Universitas Stanford tahun 2023. Prestasi gemilang tersebut sayangnya harus berakhir tragis.
Meninggalnya Profesor Li Haibo: Sebuah Kehilangan Besar Bagi Dunia Sains
Kabar duka ini mengejutkan banyak pihak. Li Haibo, selain dikenal sebagai peneliti brilian, juga dikenal sebagai sosok yang sangat berdedikasi. Ia terus menerus berupaya meningkatkan kinerja penyimpanan baterai lithium ion dan mengembangkan teknologi desalinasi air laut.
Risetnya berdampak besar pada pengembangan teknologi masa depan. Dedikasi tinggi inilah yang diduga menjadi penyebab kematiannya yang mendadak.
Li menyelesaikan pendidikan PhD fisika di East China Normal University pada tahun 2012. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan postdoctoral di University of South Australia dan bekerja sebagai peneliti di Singapore University of Technology and Design pada tahun 2014. Ia bergabung dengan Universitas Ningxia di Yinchuan pada tahun 2013.
Kariernya di Universitas Ningxia sangat cemerlang. Ia dipromosikan menjadi profesor madya dan baru-baru ini menjabat sebagai wakil direktur pusat analisis dan pengujian universitas tersebut.
Beban Kerja Ekstrem di Kalangan Ilmuwan China
Li Haibo bukan satu-satunya ilmuwan China yang meninggal muda diduga karena beban kerja yang luar biasa. Kematian ilmuwan-ilmuwan berbakat lainnya turut menyoroti permasalahan ini.
Media melaporkan bahwa Li sering bekerja lembur untuk menyelesaikan proposal penelitian. Ia bahkan mengaku hanya tidur 4-5 jam sehari karena kesibukan mengajar dan rapat.
Media Wuhan, Jiupai News, melaporkan kematian Li sebagai penyakit mendadak. Namun, beban kerja yang tinggi mungkin telah melemahkan kesehatannya. Ia telah menerbitkan lebih dari 100 makalah di jurnal internasional dan memiliki 16 paten di China serta satu di Amerika Serikat.
Seruan untuk Keseimbangan Kerja dan Kehidupan
Kasus kematian Li Haibo dan ilmuwan-ilmuwan lainnya menimbulkan keprihatinan serius. Meningkatnya tekanan dan beban kerja ekstrem di kalangan ilmuwan China harus menjadi perhatian.
Kematian Liu Yongfeng, seorang profesor terkemuka dari Universitas Zhejiang, juga terjadi karena pendarahan otak setelah bekerja selama 319 hari dalam waktu sekitar 10 bulan. Ini jauh melebihi jumlah hari kerja yang sah.
Beberapa kasus serupa lainnya juga dilaporkan. Li Zhiming, profesor di Universitas Kehutanan Nanjing, meninggal pada usia 50 tahun. Yang Bingyou, wakil presiden Universitas Pengobatan Tiongkok Heilongjiang, meninggal pada usia 54 tahun. Zhang Jinlei, profesor madya di Universitas Aeronautika Zhengzhou, meninggal di usia 46 tahun.
Kasus-kasus ini menunjukkan perlunya keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi bagi para ilmuwan. Sistem yang lebih mendukung kesehatan mental dan kesejahteraan para peneliti sangat dibutuhkan.
Kematian mendadak para ilmuwan ini merupakan kehilangan besar bagi dunia sains. Semoga kejadian ini menjadi momentum untuk merefleksikan sistem kerja dan budaya di kalangan peneliti, sehingga tragedi serupa dapat dicegah di masa mendatang. Prioritas kesejahteraan peneliti harus diutamakan agar mereka dapat berkontribusi maksimal tanpa mengorbankan kesehatan mereka.