Fakta Mengejutkan Kasus Pemerasan Dokter Aulia, Uang Mengalir hingga Rp 2 Miliar

Rahman

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Tengah, Kombes Dwi Subagio, mengungkap adanya perputaran uang sebesar Rp 2 miliar per semester dalam kasus pemerasan yang melibatkan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), Semarang.

Kasus ini mencuat pasca meninggalnya Dokter Aulia Risma Lestari, salah satu mahasiswi program tersebut.

“Iya, ada perputaran uang per semester sekitar Rp 2 miliar,” ungkap Kombes Dwi Subagio di Mapolda Jateng, Jumat (27/12/2024).

Jumlah ini berasal dari dana operasional yang dikumpulkan di luar ketentuan resmi. Sebagai barang bukti, polisi telah menyita uang sebesar Rp 97 juta.

Pencekalan Tiga Tersangka

Tiga tersangka telah ditetapkan dalam kasus ini:

  1. TEN – Ketua Program Studi (Kaprodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran Undip.
  2. ZYA – Senior korban di program PPDS.
  3. SM – Staf administrasi Prodi Anestesiologi.

Polisi juga telah mengajukan permohonan pencekalan ke luar negeri terhadap ketiga tersangka untuk memperlancar proses penyidikan.

“Kami sudah mengirimkan permohonan pencekalan ke Imigrasi,” ujar Kombes Dwi.

Para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 368 tentang Pemerasan, Pasal 378 tentang Penipuan, dan Pasal 335 tentang Pengancaman. Ancaman hukuman maksimalnya mencapai 9 tahun penjara.

Peran Para Tersangka

  • TEN: Memanfaatkan posisi sebagai Kaprodi untuk meminta uang Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang tidak sesuai aturan akademik.
  • ZYA: Diduga aktif membuat aturan internal, melakukan bullying, dan memaki korban.
  • SM: Membantu pengumpulan uang BOP langsung dari bendahara PPDS.

Pihak Keluarga dan IDI

Kuasa hukum keluarga Dokter Aulia, Misyal Achmad, mendesak pencopotan status dokter para tersangka. Menurutnya, tindakan pemerasan dan bullying menunjukkan ketidaklayakan mereka untuk menjadi dokter.

“Kalau orang sakit secara mental, bagaimana mereka bisa mengobati pasien?” tegas Misyal.

Sementara itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan dukungannya terhadap tersangka sebagai bagian dari pendampingan hukum, tanpa bermaksud mengabaikan hak-hak korban. Ketua BHP2A PB IDI, Beni Satria, menegaskan bahwa IDI memastikan hak-hak hukum anggotanya terpenuhi selama proses peradilan berlangsung.

“Jika terbukti bersalah, IDI juga akan mengambil langkah sesuai kode etik profesi,” tambahnya.

Komitmen Zero Bullying

Kombes Dwi mengapresiasi langkah Undip, Kementerian Kesehatan, dan RSUP Kariadi yang telah berkomitmen mencanangkan program zero bullying sebagai langkah pencegahan kejadian serupa di masa mendatang.

Also Read

Tags

Leave a Comment