Afrika Utara, wilayah yang kini mayoritas penduduknya Muslim, menyimpan sejarah panjang dan menarik sebagai pusat Kekristenan kuno. Kawasan ini bahkan telah melahirkan beberapa Paus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik, yang warisannya masih terasa hingga saat ini.
Jejak kekristenan di Afrika Utara, khususnya pada masa Kekaisaran Romawi, meliputi wilayah Tunisia modern, timur laut Aljazair, dan pantai barat Libia. Prof. Christopher Bellitto, sejarawan dari Kean University, AS, menyebutnya sebagai “Sabuk Alkitab Kekristenan kuno”.
Tiga Paus dari Afrika: Victor I, Miltiades, dan Gelasius I
Setelah wafatnya Paus Fransiskus, harapan muncul di kalangan umat Katolik Afrika akan terpilihnya Paus dari benua tersebut untuk pertama kalinya dalam lebih dari 1.500 tahun. Artikel ini akan mengupas kisah tiga Paus asal Afrika yang telah dikanonisasi sebagai santo.
Ketiga Paus ini, Victor I, Miltiades, dan Gelasius I, memiliki peran penting dalam perkembangan Kekristenan dan meninggalkan warisan yang signifikan bagi Gereja Katolik.
Paus Victor I (189-199): Penetap Hari Paskah dan Bahasa Latin
Dipercaya berasal dari suku Berber, Paus Victor I memimpin Gereja Katolik di masa-masa sulit, saat pengikut Yesus Kristus menghadapi penganiayaan dari pejabat Romawi.
Kontribusinya yang paling dikenal adalah peran utamanya dalam menetapkan perayaan Paskah pada hari Minggu. Pada abad ke-2, terdapat perdebatan antara kelompok Kristen di Provinsi Romawi Asia yang merayakan Paskah bersamaan dengan Paskah Yahudi, dan kelompok di Barat yang merayakannya pada hari Minggu, hari kebangkitan Yesus.
Victor I mengadakan Sinode Romawi pertama untuk menyelesaikan perselisihan ini, bahkan mengancam pengucilan bagi uskup yang menolak keputusannya. Ini menunjukkan keberaniannya, mengingat Kekristenan masih ilegal di Kekaisaran Romawi saat itu.
Selain itu, Victor I juga berperan penting dalam memperkenalkan bahasa Latin sebagai bahasa resmi Gereja Katolik, menggantikan bahasa Yunani.
Paus Miltiades (311-314): Penerima Kemajuan Kekristenan
Paus Miltiades, yang diyakini lahir di Afrika, memimpin Gereja pada masa transisi penting ketika Kekristenan mulai mendapatkan pengakuan dari kaisar Romawi dan akhirnya menjadi agama resmi kekaisaran.
Meskipun demikian, Prof. Bellitto menekankan bahwa Miltiades bukanlah tokoh kunci dalam perubahan ini, lebih sebagai “penerima kebaikan hati Romawi”.
Namun, masa kepausannya menandai tonggak sejarah. Kaisar Konstantinus memberikan istana sebagai kediaman resmi Paus, untuk pertama kalinya. Konstantinus juga mengizinkan pembangunan Basilika Lateran, gereja publik tertua di Roma.
Paus Gelasius I (492-496): Vikaris Kristus dan Perayaan Valentine
Gelasius I, satu-satunya dari tiga Paus yang mungkin tidak lahir di Afrika, dianggap sebagai sosok paling berpengaruh di antara ketiganya.
Ia diakui sebagai Paus pertama yang secara resmi disebut “Vikaris Kristus”, melambangkan perannya sebagai wakil Kristus di Bumi. Gelasius I juga mengembangkan Doktrin Dua Pedang, menekankan pembagian kekuasaan yang terpisah namun setara antara Gereja dan negara.
Gelasius I juga menegaskan supremasi Roma dan kepausan atas seluruh Gereja, baik Timur maupun Barat. Ia juga dikaitkan dengan perayaan Hari Valentine pada 14 Februari 496, yang mungkin merupakan upaya mengkristenkan tradisi pagan Romawi, Lupercalia.
Setelah Gelasius I, tidak ada lagi Paus yang diyakini berasal dari provinsi Romawi di Afrika. Meskipun ada berbagai faktor yang menyebabkan hal ini, termasuk melemahnya Gereja di Afrika Utara akibat jatuhnya Kekaisaran Romawi dan perluasan Islam, beberapa ahli berpendapat bahwa faktor utama adalah terpusatnya kekuasaan pemilihan Paus di Italia selama berabad-abad. Namun, dengan pertumbuhan pesat umat Katolik di Afrika sub-Sahara, kemungkinan besar akan ada Paus asal Afrika di masa depan.
Pertumbuhan jemaat Katolik di Afrika, yang mencapai 281 juta pada tahun 2023 (20% dari jemaat global), menunjukkan potensi besar munculnya Paus dari benua tersebut. Meskipun kekuatan Gereja masih terpusat di belahan bumi utara, perubahan ini menunjukkan pergeseran kekuatan yang signifikan dan kemungkinan besar akan berdampak pada pemilihan Paus di masa mendatang.