Polisi di Lampung mengungkap kasus pemalsuan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite. Kasus ini melibatkan dua tersangka, seorang sopir dan kernet truk tangki Pertamina, yang diduga mencampur Pertalite dengan minyak mentah sebelum didistribusikan ke SPBU. Penyelidikan intensif dilakukan setelah adanya laporan masyarakat mengenai kerusakan kendaraan setelah pengisian BBM di SPBU di Lampung Tengah.
Kerusakan kendaraan yang dilaporkan menjadi titik awal pengungkapan kasus ini. Polisi kemudian menyelidiki truk tangki Pertamina yang dikendarai oleh kedua tersangka. Bukti-bukti yang ditemukan menguatkan dugaan pemalsuan BBM tersebut.
Modus Operasi Pengoplosan Pertalite
Para tersangka menjalankan aksinya dengan cara yang terstruktur. Setelah memuat Pertalite dari Depo Pertamina, mereka tidak langsung menuju SPBU tujuan.
Mereka sengaja berhenti di lokasi terpencil dan mematikan GPS truk untuk menghindari deteksi. Di lokasi tersebut, Pertalite dicampur dengan minyak mentah secara manual.
Proses pencampuran dilakukan di lokasi tersembunyi antara PJR dan wilayah Tanjung Bintang, Lampung. Setelah pencampuran selesai, BBM oplosan kemudian dikirim ke SPBU yang dituju.
Keterlibatan Pihak Lain Masih Diselidiki
Kedua tersangka mengaku baru pertama kali melakukan pengoplosan BBM. Namun, polisi masih mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk SPBU dan jaringan distribusi minyak mentah.
Polisi tengah menyelidiki enam SPBU yang diduga menjadi korban pendistribusian BBM oplosan. Hal ini menunjukan potensi keterlibatan yang lebih luas dari hanya kedua tersangka yang telah ditangkap.
Investigasi juga fokus pada sumber pasokan minyak mentah. Identitas pemasok dan kemungkinan keterlibatan petugas SPBU masih dalam penyelidikan intensif.
Barang Bukti dan Sanksi Hukum
Dalam penggerebekan, polisi mengamankan sejumlah barang bukti penting. Barang bukti tersebut antara lain 16 ribu liter BBM campuran Pertalite dan minyak mentah yang disimpan di tangki pendam SPBU.
Selain itu, polisi juga mengamankan 8 ribu liter Pertalite murni, satu unit mobil tangki, faktur pembelian, dan alat komunikasi. Semua barang bukti ini akan menjadi dasar dalam proses persidangan.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 54 Undang-Undang Migas. Mereka terancam hukuman penjara maksimal enam tahun dan denda hingga Rp60 miliar. Besarnya hukuman ini bertujuan untuk memberikan efek jera dan melindungi konsumen.
Kasus pemalsuan BBM ini menyoroti pentingnya pengawasan ketat dalam rantai distribusi BBM bersubsidi. Kerjasama antara aparat penegak hukum dan Pertamina diperlukan untuk mencegah praktik serupa terjadi di masa mendatang. Keberhasilan pengungkapan kasus ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas BBM yang beredar. Selain itu, langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif perlu diimplementasikan untuk memastikan BBM bersubsidi sampai ke konsumen dengan kualitas dan kuantitas yang sesuai standar.






