Di jantung Kota Semarang, Jawa Tengah, berdiri sebuah bangunan tua yang menyimpan sejarah panjang. Bangunan yang dulunya berfungsi sebagai gudang rempah-rempah di era kolonial ini kini dikenal sebagai Pondok Boro, sebuah penginapan unik dengan tarif yang sangat terjangkau.
Tarif menginap di Pondok Boro hanya Rp4.000 per malam, sebuah angka yang sulit dipercaya di zaman sekarang. Lokasi penginapan ini berada di lingkungan yang sarat sejarah, di bantaran Kali Semarang, area yang dulunya merupakan pusat perdagangan dan logistik penting di Jawa Tengah.
Sejarah Pondok Boro: Dari Gudang Rempah hingga Penginapan Murah
Awalnya, bangunan ini berfungsi sebagai gudang rempah-rempah pada masa kolonial. Setelah kemerdekaan Indonesia, bangunan tersebut beralih fungsi.
Menurut cerita yang berkembang di kalangan masyarakat sekitar, Lurah Darmin meminta seorang pekerja asal Kebumen untuk menempati gudang tersebut. Kondisi ini berawal dari banyaknya perantau yang kesulitan menemukan tempat tinggal dan kerap tidur di sekitar Pasar Johar.
Secara bertahap, gudang tua tersebut berubah menjadi tempat tinggal sementara para perantau, terutama mereka yang berasal dari Kebumen. Seiring waktu, penduduk dari daerah lain juga mulai berdatangan dan tinggal di Pondok Boro.
Saat ini, sekitar 100 orang laki-laki menghuni bangunan tersebut. Sebagian besar penghuni adalah pekerja dengan ekonomi menengah ke bawah yang mencari tempat tinggal yang terjangkau.
Sistem Sewa Unik dan Tarif yang Terjangkau
Sistem sewa di Pondok Boro cukup unik. Penghuni membayar Rp120.000 per bulan, atau setara dengan Rp4.000 per malam. Sistem ini fleksibel, penghuni tidak dikenakan biaya jika mereka mudik atau tidak menginap.
Setiap penghuni memiliki kartu catatan pembayaran sebagai bukti transaksi. Namun, identitas pemilik bangunan hingga saat ini masih menjadi misteri bagi banyak orang.
Dari luar, Pondok Boro tampak seperti bangunan tua yang usang dan membutuhkan perawatan. Namun, di balik penampilannya yang sederhana, bangunan ini masih kokoh berkat struktur kayu yang kuat dan asli dari era kolonial.
Para penghuni mengatakan bahwa kayu-kayu penyangga bangunan masih dalam kondisi utuh dan asli, meskipun usia bangunan sudah lebih dari setengah abad. Hal ini menunjukkan kualitas bangunan yang luar biasa.
Keunikan Pondok Boro dan Kelangsungannya
Tarif sewa Pondok Boro selama puluhan tahun ini tergolong stabil dan jarang mengalami kenaikan signifikan. Pada tahun 1996, tarifnya masih Rp200 per malam.
Secara bertahap, tarif sewa naik menjadi Rp300, Rp1.000, Rp1.500, Rp2.000, dan Rp3.000 sebelum akhirnya mencapai Rp4.000 per malam seperti sekarang. Kenaikan yang bertahap ini menunjukkan komitmen untuk tetap menjaga keterjangkauan tempat tinggal bagi penghuninya.
Pondok Boro bukan hanya sekadar penginapan murah, tetapi juga menjadi bagian dari sejarah Kota Semarang. Bangunan tua ini menjadi saksi bisu perjalanan waktu dan kehidupan masyarakatnya.
Keberadaannya hingga saat ini menjadi bukti resiliensi dan adaptasi bangunan terhadap perubahan zaman. Kisah Pondok Boro adalah cerminan kehidupan sederhana namun bermakna di tengah hiruk pikuk perkotaan.
Keberadaan Pondok Boro menjadi bukti bahwa sejarah dan kehidupan modern bisa berjalan beriringan, menciptakan cerita yang unik dan menginspirasi.






