Petronas, perusahaan minyak dan gas milik negara Malaysia, mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) yang akan berdampak pada 10 persen dari total karyawannya. Jumlah ini setara dengan sekitar 5.000 pekerja. Keputusan ini merupakan bagian dari restrukturisasi besar-besaran yang bertujuan untuk mengurangi biaya operasional perusahaan di tengah penurunan harga minyak mentah global dan fluktuasi pasar yang signifikan.
Langkah drastis ini diambil sebagai respons atas penurunan laba yang dialami Petronas dalam beberapa tahun terakhir. Penurunan laba sebesar 21 persen pada tahun 2023 dan 32 persen pada tahun 2024 menjadi pemicu utama keputusan ini. Prospek untuk tahun 2025 juga diprediksi kurang menguntungkan, diperparah oleh terus menurunnya harga minyak mentah Brent.
PHK Massal Petronas: 5.000 Karyawan Terdampak
CEO Petronas, Tengku Muhammad Taufik, mengumumkan PHK tersebut dalam pengarahan di Kuala Lumpur pada Kamis, 5 Juni 2025. Pengurangan jumlah karyawan ini merupakan upaya untuk menjaga keberlangsungan perusahaan di tengah tantangan ekonomi global. Selain PHK, Petronas juga akan menunda program promosi dan perekrutan karyawan baru hingga Desember 2026.
Langkah ini diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran perusahaan secara signifikan. Petronas sebelumnya telah menyatakan perlunya merampingkan struktur tenaga kerja untuk memastikan keberlanjutan bisnis jangka panjang. Dampak penurunan harga minyak mentah terhadap kinerja keuangan perusahaan sangat terasa, sehingga langkah-langkah penghematan menjadi prioritas.
Mayoritas Pekerja Kontrak yang Terkena PHK
Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Anwar Ibrahim, yang juga menjabat sebagai Menteri Keuangan, menjelaskan bahwa PHK yang dilakukan Petronas sebagian besar menyasar pekerja kontrak. Hal ini disampaikan Anwar melalui wawancara dengan media The Star. Dengan demikian, dampak PHK ini akan lebih terasa di kalangan pekerja dengan status kepegawaian non-permanen.
Pemerintah Malaysia diharapkan dapat memberikan dukungan dan bantuan kepada para pekerja yang terkena PHK. Program pelatihan dan penempatan kerja ulang menjadi penting untuk membantu para pekerja yang terkena dampak PHK untuk menemukan pekerjaan baru. Pemerintah juga diharapkan dapat berperan aktif dalam mengurangi angka pengangguran yang mungkin meningkat akibat PHK massal ini.
Bantahan Rencana Penarikan Diri dari Kanada
Di tengah pengumuman PHK, CEO Petronas juga membantah kabar yang beredar tentang rencana perusahaan untuk menarik diri dari bisnisnya di Kanada. Taufik memastikan bahwa Petronas tetap berkomitmen pada operasionalnya di negara tersebut. Pernyataan ini bertujuan untuk meredakan kekhawatiran publik dan investor terkait rencana masa depan Petronas di pasar internasional.
Klarifikasi ini penting untuk menjaga kepercayaan investor dan mitra bisnis Petronas. Kejelasan rencana perusahaan sangat penting untuk meminimalisir dampak negatif dari PHK dan memastikan stabilitas bisnis Petronas ke depannya. Dengan membantah isu penarikan diri dari Kanada, Petronas berusaha menjaga citra positif dan reputasi perusahaan di mata internasional.
Petronas, sebagai perusahaan minyak dan gas raksasa, menghadapi tantangan besar dalam menghadapi fluktuasi harga minyak mentah. Langkah restrukturisasi, termasuk PHK massal, merupakan keputusan sulit namun perlu dilakukan untuk menjamin kelangsungan perusahaan di masa depan. Pemerintah Malaysia diharapkan mampu memberikan solusi dan dukungan yang tepat untuk pekerja yang terkena dampak, sehingga dampak sosial ekonomi dari PHK dapat diminimalisir. Ke depan, Petronas perlu mengembangkan strategi yang lebih adaptif terhadap perubahan pasar global agar tetap mampu bersaing dan memberikan keuntungan jangka panjang bagi negara.






