Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta resmi menyatakan tidak akan memberikan pengampunan atau pemutihan pajak kendaraan bermotor bagi para penunggak pajak. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menegaskan bahwa pihaknya akan menagih seluruh tunggakan pajak kendaraan yang terutang.
Keputusan ini diambil karena Pemprov DKI menilai para penunggak pajak telah menikmati fasilitas dan kemudahan yang disediakan pemerintah tanpa memenuhi kewajiban membayar pajak. Pramono menekankan bahwa fokus utama Pemprov adalah membantu masyarakat yang benar-benar membutuhkan, bukan mereka yang mampu membayar pajak namun enggan melakukannya.
Kebijakan Tegas Pemprov DKI Jakarta: Tak Ada Ampun bagi Penunggak Pajak Kendaraan
Pramono menjelaskan bahwa pemutihan pajak kendaraan bukanlah prioritas Pemprov DKI. Sebaliknya, bantuan difokuskan pada program-program yang menyasar masyarakat kurang mampu, seperti pemutihan ijazah dan penghapusan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk rumah dengan NJOP rendah.
Ia menambahkan bahwa banyak penunggak pajak kendaraan memiliki lebih dari satu kendaraan, menunjukkan kemampuan finansial mereka untuk memenuhi kewajiban pajak. Oleh karena itu, pengejaran terhadap penunggak pajak akan terus dilakukan.
Pramono menegaskan komitmen Pemprov untuk membantu masyarakat miskin di Jakarta, mengingat kesenjangan sosial yang cukup tinggi di Ibu Kota. Program-program bantuan sosial akan tetap menjadi prioritas utama.
Perbedaan Kebijakan dengan Daerah Tetangga
Berbeda dengan Pemprov DKI Jakarta, beberapa pemerintah daerah di sekitarnya justru menerapkan kebijakan pemutihan pajak kendaraan. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, misalnya, menghapus denda dan tunggakan pajak kendaraan bermotor dengan alasan untuk meringankan beban masyarakat yang kesulitan membayar.
Dedi berpendapat bahwa tunggakan pajak yang menumpuk justru membuat masyarakat semakin kesulitan membayar. Dengan menghapus denda dan tunggakan, diharapkan masyarakat lebih mudah membayar pajak selanjutnya. Kebijakan ini diklaim mampu meningkatkan pendapatan daerah dari pajak kendaraan bermotor.
Gubernur Banten, Andra Soni, juga mengeluarkan kebijakan serupa dengan memberikan pemutihan tunggakan pajak kendaraan bermotor dari 10 April hingga 30 Juni 2025. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Banten Nomor 170 Tahun 2025.
Alasan dan Dampak Kebijakan yang Berbeda
Perbedaan kebijakan ini menunjukkan adanya pendekatan yang berbeda dalam mengelola pendapatan daerah dan memberikan bantuan kepada masyarakat. Pemprov DKI Jakarta memilih pendekatan yang lebih tegas dengan menagih tunggakan pajak, sementara daerah lain lebih memilih memberikan keringanan.
Dampak dari kebijakan ini masih perlu dilihat lebih lanjut. Apakah kebijakan tegas Pemprov DKI akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak atau justru membuat masyarakat semakin enggan membayar pajak? Sebaliknya, apakah pemutihan pajak di daerah lain akan berdampak positif pada penerimaan daerah dan kesejahteraan masyarakat?
Tentu, masing-masing kebijakan memiliki pertimbangan tersendiri yang dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan sosial di daerah masing-masing. Evaluasi berkala terhadap efektivitas kedua pendekatan ini sangat penting untuk menentukan kebijakan yang tepat di masa mendatang.
Kesimpulannya, perbedaan kebijakan penanganan tunggakan pajak kendaraan di wilayah Jabodetabek menunjukkan beragam strategi dalam mengelola pendapatan daerah dan membantu masyarakat. Baik pendekatan tegas maupun pendekatan keringanan memiliki potensi manfaat dan tantangan tersendiri yang perlu dikaji lebih lanjut.