Hakim nonaktif Pengadilan Negeri Surabaya, Heru Hanindyo, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus pencucian uang (TPPU) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Penetapan ini terkait dengan kasus suap dan gratifikasi yang melibatkan vonis bebas Ronald Tannur dalam kasus tewasnya Dini Sera Afrianti. Heru sebelumnya telah dituntut 12 tahun penjara atas kasus tersebut.
Penetapan tersangka dilakukan pada 10 April 2025, berdasarkan keterangan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar. Heru dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
Kasus Suap dan Gratifikasi yang Menjerat Heru Hanindyo
Heru Hanindyo awalnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan vonis bebas Ronald Tannur. Jaksa meyakini Heru menerima suap untuk membebaskan Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti.
Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, jaksa menuntut Heru Hanindyo dengan hukuman penjara selama 12 tahun. Selain itu, ia juga dituntut membayar denda Rp 750 juta subsider 6 bulan penjara.
Jaksa menilai Heru melanggar Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B junto Pasal 18 UU Tipikor junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Tuntutan ini mencerminkan keseriusan Kejagung dalam menindak para pelaku korupsi di lingkungan peradilan.
Penetapan Tersangka TPPU dan Implikasinya
Penetapan Heru sebagai tersangka TPPU merupakan langkah signifikan dalam mengungkap aliran dana hasil tindak pidana korupsi. Proses penyelidikan dan penyidikan akan terus berlanjut untuk mengungkap seluruh jaringan dan aset yang terkait.
Pasal 3 dan Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU mengatur tentang tindakan pencucian uang, meliputi penyembunyian dan pengubahan bentuk aset hasil kejahatan. Proses pembuktian TPPU biasanya lebih kompleks dan membutuhkan penyelidikan mendalam.
Tersangka Lain dan Perkembangan Kasus
Selain Heru Hanindyo, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Eicar, juga telah ditetapkan sebagai tersangka TPPU. Penetapan ini dilakukan pada tanggal yang sama, 10 April 2025, berdasarkan surat perintah penyidikan nomor 06 tahun 2025.
Kasus ini menyoroti pentingnya pemberantasan korupsi di semua sektor, termasuk lembaga peradilan. Kejagung berkomitmen untuk terus menelusuri kasus ini hingga tuntas dan menjerat semua pihak yang terlibat.
Langkah penegakan hukum terhadap Heru Hanindyo dan Zarof Eicar diharapkan dapat memberikan efek jera dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia. Proses hukum yang transparan dan akuntabel menjadi kunci utama dalam membangun tata kelola pemerintahan yang baik.
Kejaksaan Agung akan terus berupaya mengungkap seluruh jaringan dan aset yang terkait dengan kasus ini. Kerjasama antar lembaga penegak hukum juga sangat penting dalam menangani kasus-kasus TPPU yang kompleks seperti ini.
Dengan penetapan tersangka dan tuntutan yang telah dijatuhkan, diharapkan kasus ini dapat memberikan pelajaran berharga bagi semua pihak agar senantiasa menjunjung tinggi hukum dan integritas dalam menjalankan tugasnya. Transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum menjadi hal yang mutlak untuk dijaga.