Bulan, satelit alami Bumi yang selalu kita pandang, ternyata menyimpan rahasia pergerakannya. Secara perlahan namun pasti, Bulan menjauh dari Bumi. Pengukuran yang dilakukan sejak misi Apollo pada tahun 1969 menunjukkan laju pergerakan ini.
Penggunaan panel reflektif yang dipasang oleh misi Apollo NASA pada tahun 1969 memberikan data penting. Panel tersebut menunjukkan bahwa Bulan menjauh dari Bumi sekitar 3,8 sentimeter setiap tahunnya. Temuan ini dikaji lebih lanjut oleh peneliti.
Meneliti Laju Resesi Bulan
Penelitian yang dilakukan oleh Joshua Davies dari Université du Québec à Montréal (UQAM), Kanada, bersama Margriet Lantink dari University of Wisconsin-Madison, Amerika Serikat, mengungkapkan fakta menarik. Jika laju resesi Bulan saat ini diproyeksikan ke masa lalu, maka akan terjadi tabrakan antara Bumi dan Bulan sekitar 1,5 miliar tahun yang lalu.
Namun, Bulan terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu. Ini berarti laju resesi saat ini tidak mencerminkan kondisi di masa lalu. Para peneliti pun mencari metode lain untuk mengungkap sejarah interaksi Bumi-Bulan.
Mempelajari Lapisan Batuan Purba
Davies dan Lantink, bersama peneliti dari Utrecht University dan University of Geneva, menggunakan metode unik. Mereka meneliti lapisan batuan purba di Bumi untuk memahami sejarah interaksi Bumi dan Bulan.
Sinyal dari lapisan batuan kuno ini menyimpan informasi tentang sejarah jangka panjang pasang surut Bulan. Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Karijini, Australia Barat.
Mengungkap Jarak Bumi-Bulan di Masa Lalu
Di Taman Nasional Karijini, terdapat sedimen berusia 2,5 miliar tahun yang berlapis secara ritmis. Lapisan-lapisan ini, yang disebut formasi besi berlapis, menunjukkan variasi siklus yang teratur.
Variasi ini, yang pertama kali dipertanyakan oleh ahli geologi Australia A.F. Trendall pada tahun 1972, diduga terkait dengan variasi iklim di masa lalu akibat siklus Milankovitch. Siklus ini menggambarkan pengaruh perubahan orbit dan orientasi Bumi terhadap distribusi sinar matahari.
Siklus Milankovitch dan Pengaruhnya
Siklus Milankovitch memiliki beberapa periode, termasuk siklus 400 ribu tahun, 100 ribu tahun, 41 ribu tahun, dan 21 ribu tahun. Siklus ini berpengaruh signifikan pada iklim Bumi dalam jangka waktu panjang.
Perubahan iklim yang dihasilkan memengaruhi berbagai aspek di Bumi, seperti ukuran danau, penghijauan gurun Sahara, kadar oksigen di laut dalam, migrasi hewan, dan bahkan evolusi spesies termasuk manusia. Jejak perubahan ini tercatat dalam lapisan batuan sedimen.
Menentukan Jarak Bumi-Bulan
Jarak antara Bumi dan Bulan berhubungan langsung dengan frekuensi siklus presesi iklim (goncangan sumbu rotasi Bumi). Siklus ini saat ini berlangsung sekitar 21 ribu tahun, tetapi periodenya lebih pendek di masa lalu ketika Bulan lebih dekat ke Bumi.
Dengan menganalisis siklus Milankovitch dalam sedimen purba di Australia, para peneliti menemukan bukti siklus presesi iklim dengan periode yang lebih pendek, sekitar 11.000 hingga 100.000 tahun.
Hasil Penelitian
Analisis formasi besi di Australia menunjukkan bahwa 2,46 miliar tahun yang lalu, Bulan berada sekitar 60.000 kilometer lebih dekat ke Bumi. Jarak ini sekitar 1,5 kali keliling Bumi.
Hal ini akan menyebabkan panjang hari lebih pendek, sekitar 17 jam dibandingkan 24 jam saat ini. Temuan ini memberikan gambaran baru tentang dinamika Tata Surya di masa lalu.
Kesimpulan
Penelitian ini menyajikan metode inovatif untuk memahami evolusi Tata Surya kita. Dengan menganalisis variasi kecil pada batuan sedimen purba, kita dapat mengungkap informasi berharga tentang jarak Bumi-Bulan di masa lalu.
Meskipun satu titik data ini belum memberikan gambaran lengkap, penelitian ini membuka jalan bagi pemahaman yang lebih komprehensif tentang sistem Bumi-Bulan dan dinamika Tata Surya. Para peneliti berencana untuk melanjutkan penelitian ini dengan menganalisis batuan sedimen lain untuk mendapatkan data yang lebih lengkap.