Kehidupan Mama Martina Bala (53) dan empat anaknya di Kampung Magesayang, Desa Hoder, Sikka, NTT, sungguh memprihatinkan. Mereka tinggal di gubuk reot berukuran 2,5 x 4 meter, jauh dari layak huni.
Dinding gubuk terbuat dari pelupuh bambu yang hampir roboh, lantainya tanah, dan tak memiliki fasilitas dasar seperti listrik dan kamar mandi.
Gubuk Reot Tanpa Fasilitas Dasar
Gubuk tersebut terlihat sangat rapuh dan mengancam keselamatan penghuninya.
Untuk penerangan, mereka bergantung pada kebaikan tetangga, menumpang listrik. Sedangkan untuk mandi dan buang air, mereka juga harus mengandalkan fasilitas milik tetangga.
Bahkan dapur mereka pun hanya berupa bangunan sederhana tanpa dinding, beratapkan seng bekas, dan berbatasan langsung dengan kali kering.
Riwayat Perjalanan Hidup yang Berat
Kondisi memprihatinkan ini sudah berlangsung sejak 2019. Sebelumnya, mereka berpindah-pindah tempat tinggal.
Awalnya, Mama Martina bekerja sebagai pengasuh anak di panti asuhan di Watublapi (2000-2004), lalu di Panti Asuhan Stela Maris Nangahure (2005-2010).
Setelah itu, mereka tinggal di tanah kebun milik seorang dermawan asal Belgia hingga 2016. Kemudian, mereka menumpang di rumah kosong hingga akhirnya membeli tanah dan membangun gubuk sederhana pada 2019 berkat kerja keras anak sulungnya di Kalimantan.
Mencari Nafkah dari Tenun dan Pekerjaan Serabutan
Sejak ditinggal suami saat anak-anaknya masih kecil, Mama Martina menjadi tulang punggung keluarga.
Dua anaknya bekerja di Kalimantan. Sedangkan empat anak lainnya di Sikka, membantu pekerjaan serabutan seperti bertani jagung dan ubi.
Mama Martina juga menghasilkan penghasilan tambahan dengan menenun sarung. Dalam sebulan, ia mampu membuat sekitar empat lembar sarung yang kemudian dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Penghasilan tersebut digunakan untuk membeli bahan baku tenun dan kebutuhan pokok seperti beras. Mereka hanya makan sekali sehari, terkadang hanya jagung goreng dengan daun ubi.
Anaknya, Ronald, putus sekolah di kelas VIII SMP dan bekerja mengiris pohon lontar. Oktavia, yang sempat mendapatkan beasiswa PIP, juga terpaksa berhenti sekolah karena keterbatasan ekonomi.
Karena rumah yang sempit, dua anak laki-lakinya sering menginap di rumah teman atau kerabat.
Kondisi ekonomi yang sulit membuat pendidikan anak-anaknya terhambat.
Harapan Bantuan dan Realita yang Belum Terwujud
Meskipun terdaftar sebagai calon penerima bantuan rumah sejak Oktober 2023, Mama Martina belum menerima bantuan apapun dari Pemerintah Desa Hoder.
Pihak desa memang sudah melakukan survei dan memotret kondisi rumah, namun janji bantuan belum terealisasi.
Mama Martina berharap bantuan tersebut benar-benar diberikan kepada yang membutuhkan, bukan kepada warga yang lebih mampu.
Ketua RT 009, Fransiskus Nong Efendi, membenarkan kondisi memprihatinkan tersebut dan telah melaporkan ke desa, namun belum ada tindak lanjut.
Ia berharap ada perhatian dari pemerintah Kabupaten Sikka untuk membantu Mama Martina dan keluarganya yang tinggal di rumah yang nyaris roboh.
Kisah Mama Martina menjadi cerminan permasalahan sosial yang perlu mendapat perhatian serius. Harapan akan bantuan yang lebih cepat dan tepat sasaran untuk keluarga-keluarga seperti Mama Martina perlu menjadi prioritas agar mereka dapat hidup layak dan anak-anaknya bisa mendapatkan pendidikan yang memadai.






